Minggu, 14 Agustus 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GASTROENTERITIS

A. Pengertian

Menurut Ratna Dewi Pudiastuti (2011) gastroenteritis biasa disebut diare adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya perubahan bentuk dan konsentrasi tinja yang melembek sampai dengan cair dengan frekuensi lebih dari lima kali sehari. Sedangkan menurut Taufan Nugroho (2011) gastroenteritis adalah peradangan pada mukosa lambung dan usus halus yang menyebabkan meningkatnya frekuensi BAB dan berkurangnya konsistensi feses. Mary E. Muscari (2005) mengungkapkan bahwa diare merupakan pengeluaran feses yang sering, berupa cairan abnormal, dan encer. Diare dapat digolongkan menjadi ringan, sedang, atau berat; akut atau kronis; meradang atau tidak meradang. Gangguan ini merupakan manifestasi dari transportasi cairan dan elektrolit yang abnormal. Lain halnya menurut Arif Mansjoer,dkk (2000) diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/ tanpa darah atau lendir dalam tinja dan menurut Nursalam (2005) sendiri diare adalah frekuensi buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengankonsistensi yang lebih encer.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan, gastroenteritis merupakan gangguan kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan ditandai dengan BAB cair lebih dari lima kali dan mual serta muntah.

B. Etiologi

1. Faktor infeksi

5

Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans). Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.

2. Faktor Malabsorbsi

Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.

3. Faktor Makanan

Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.

4. Faktor Psikologis

Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).

C. Patofisiologi

1. Proses perjalanan penyakit

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.

Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.

2. Manifestasi klinik

Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan/ atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang. Selaput lendir mulut dan bibir kering.

Tahapan dehidrasi menurut Ashwill dan Droske (1997) dikutip dari Suriadi dan Yuliani (2001):

a. Dehidrasi ringan: berat badan menurun 3-5% dengan volume cairan yang hilang < 50 ml/ kg BB.

b. Dehidrasi sedang: berat badan menurun 6-9% dengan volume cairan yang hilang 50-90 ml/ kg BB.

c. Dehidrasi berat: berat badan menurun > 10% dengan volume cairan yang hilang >100 ml/ kg BB.

3. Komplikasi

a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)

1) Dehidrasi isotonik

Pada dehidrasi isotonic (isonatermia), terjadi kehilangan air dan natrium secara proporsional (natrium serum 130-150 mmol/L). pertahankan konsentrasi cairan tubuh dan osmolalitas dalam batas normal. Dengan demikian, tidak ada perbedaaan tekanan osmotic anatara cairan intraseluler dengan ekstraseluer dan kehilangan cairan terbatas pada cairan ekstraseluler.

2) Dehidrasi hipotonik

Pada dehidrasi hipotonik (hiponatremia), natrium yang hilang lebih banyak dibandingkan airnya (natrium serum <130mmol/L). Cairan yang sebenarnya hilang bersifat hipertonik sehingga cairan ekstraseluler mula-mula menjadi hipotonik dibanding cairan intraseluler. Peningkatan volume intraseluler akan menyebabkan peningkatan volume dalam otak dan kadang-kadang menimbulkan kejang, sedangkan kehilangan cairan ekstraseluler yang nyata menyebabkan syok yang lebih besar untuk setiap unit air yang hilang.

3) Dehidrasi hipertonik

Pada dehidrasi hipertonik (hipernatermia, terdapat kehilangan cairan dan natrium yang tidak proporsional (natrium serum <150 mmol/L). Cairan yang hilang hipotonik, biasanya karena kehilangan cairan insensible yang tinggi (demam yang tinggi atau lingkungan yang panas dan kering, poliuria pada diabetes insipidus atau diare rendah natrium yang kadang-kadang diperberat dengan pemberian diet yang terlalu encer atau kandungan protein yang tinggi). Mula-mula cairan ekstraselular menjadi hipotonik dibandingkan intraseluler sehingga terjadi pergeseran air dari ruang intaseluler ke ekstraseluler. Meskipun tanda-tanda akibat kehilangan cairan ekstraseluler per unit cairan yang hilang berkurang, air yang tertarik keluar dari otak dan pelisutan jaringan serebral dapat menyebabkan pendarahan dibeberapa bagian otak dan menimbulkan kejang.

b. Renjatan hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun, lemas, kesadaran menurun (apatis, somnolen, sopor).

c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotonik otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram).

d. Hipoglikemia.

e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase.

f. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).

g. Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik) tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan dalam (pernafasan kussmaul). Pada awalnya muntah dapat menyebakan alkalosis metabolik disertai peningkatan pH dan bikarbonat (HCO3). Muntah yang lama dapat menyebabkan kehilangan basa dan dapat terjadi asidosis metabolik. Diare dapat menyebabkan asidosis metabolik disertai penurunan pH dan HCO3. Produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (karena oliguria/ anuria), perpindahan ion natrium dan cairan ektrasel kedalam intrasel dan penimbunan asam laktat (anoreksia jaringan).

D. Penatalaksanaan

1. Terapi

a. Cairan per oral.

Penanganan fokus pada penyebab. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.

b. Cairan parenteral.

Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.

2. Diatetik ( pemberian makanan ).

Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan klien. Pada bayi, pemberian ASI diteruskan jika penyebab bukan dari ASI. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk pada status gizi. Hal yang perlu diperhatikan yaitu memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori, protein, mineral dan vitamin, makanan harus bersih.

3. Obat-obatan.

a. Obat anti sekresi

b. Obat anti spasmolitik

c. Obat antibiotik

Obat-obat antidiare meliputi antimotilitas (misal loperamid, difenoksilat, kodein, opium), adsorben (norit, kaolin, attapulgit). Antimuntah termasuk prometazin dan klorpromazin. Tidak satupun obat-obat ini terbukti mempunyai efek yang nyata untuk diare akut dan beberapa malahan mempunyai efek yang membahayakan. Obat-oba ini tidak boleh diberikan pada anak-anak < 5 tahun.

E. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Bayi (0 – 1 Tahun)

Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel diseluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar (Whalley dan Wong, 2000, dikutip dari A. Aziz Alimul Hidayat, 2005).

Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak terdapat suatu peristiwa yang dialaminya yaitu masa percepatan dan perlambatan. Masa tersebut akan berlainan dalam satu organ tubuh. Percepatan dan perlambatan tersebut merupakan suatu kejadian yang berbeda dalam setiap organ tubuh akan tetapi masih saling berhubungan satu dengan yang lain. Peristiwa pertumbuhan pada anak dapat terjadi perubahan tentang besarnya, jumlah, ukuran di dalam tingkat sel, organ maupun individu, sedangkan peristiwa perkembangan pada anak dapat terjadi pada perubahan bentuk dan fungsi pematangan organ mulai dari aspek sosial, emosional, dan intelektual. Pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi mulai dari pertumbuhan dan perkembangan secara fisik, intelektual maupun emosional. Peristiwa pertumbuhan dan perkembangan secara fisik dapat terjadi dalam perubahan ukuran besar kecilnya fungsi organ mulai dari tingkat sel hingga perubahan organ tubuh. Pertumbuhan dan perkembangan secara intelektual anak dapat dilihat dari kemampuan secara simbol maupun abstrak seperti berbicara, bermain, berhitung, membaca dan lain-lain, sedangkan perkembangan secara emosional anak dapat dilihat dari perilaku sosial di lingkungan anak.

Pertumbuhan dan perkembangan usia 8-12 bulan

Pada usia ini pertumbuhan BB dapat mencapai 3 kali BB lahir apabila mencapai usia satu tahun dan pada pertambahan BB per bulan sekitar 350-450 gram pada usia 7-9 bulan dan 250-350 gram/ bulan pada usia 10-12 bulan apabila dalam pemenuhan gizi yang baik dna pertumbuhan TB sekitar 1,5 kali TB pada saat lahir, pada usia satu tahun penambahan TB tersebut masih stabil dan diperkirakan TB akan mencapai 75 cm.

Secara umum perkembangan bayi pada tahun pertama adalah terjadi peningkatan beberapa organ fisik/ biologis seperti ukuran panjang badan pada tahun pertama penambahan kurang lebih (25-30 cm), peningkatan jaringan subkutan, perubahan pada fontanel anterior menutup pada usia 9-18 bulan perubahan pada lingkar kepala dan lingkar dada, di mana lingkar kepala sama besar dan pada usia satu tahun terjadi perubahan, pada akhir tahun pertama terjadi perubahan berat otak anak menjadi 25% berat otak orang dewasa, pertumbuhan gigi dimulai dari gigi susu pada umur 5-9 bulan.

Perkembangan, Motorik, Bahasa dan Adaptasi Sosial

Pada perkembangan motorik kasar dapat terjadi kemampuan diawali dengan duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit terus berdiri, berdiri 2 detik dan berdiri sendiri. Kemudian pada motorik halus mencari atau meraih benda kecil, bila diberi kubus mampu memindahkannya, mampu mengambilnya dan mampu memegang dengan jari dan ibu jari, membenturkannya dna mampu menaruh benda atau kubus ketempatnya.

Pada perkembangan bahasa mulai mampu mengatakan papa mama yang belum spesifik, mengoceh hingga mengatakan dengan spesifik , dapat mengucapkan 1-2 kata, sedangkan perkembangan adaptasi sosial dimulai kemampuan untuk bertepuk tangan, menyatakan keinginan, sudah mulai minum dengan cangkir, menirukan kegiatan orang, main-main bola atau lainnya dengan orang.

F. Konsep Hospitalisasi Pada Anak

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang terjadi karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk dirawat di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah. Penyebab hospitalisasi pada anak adalah psikososial berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman, rasa cemas, penyebab fisiologis dan gangguan fungsi (kurang tidur, nyeri, imobilisasi, tidak dapat mengontrol diri, lingkungan asing, kebiasaan sehari-hari berubah dan pemberian obat).

Reaksi anak saat dirawat di rumah sakit pada bayi (0-1 tahun), stress bila berpisah dengan orang tua yang berarti baginya, bayi kurang dari 6 bulan belum dapat mengungkapkan apa yang dirasakan, sedangkan bayi 8 bulan atau lebih akan merasakan stranger anxiety. Kecemasan saat berpisah, respon perilaku yang ditimbulkan, dibedakan menjadi tiga fase, yaitu fase protes, fase putus asa dan fase menyesuaikan. Fase protes berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari dengan menunjukan perilaku nenangis kuat, berhenti bila lelah, menjerit mencari orang tua dengan pandangan mata, menolak dan menghindari orang yang tidak dikenal, menendang, menggigit, memukul dan mencakar. Fase putus asa (despair) atau menolak (denial), anak akan berhenti menangis, tidak aktif, menarik diri, sedih, tidak interest, tidak mau berbicara, tingkah laku kembali pada perkembangan sebelumnya, anak menolak untuk beraktifitas makan dan minum. Fase menyesuaikan diri (detachment) rasa interest dengan lingkungan meningkat dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal.

G. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi. Pengkajian meliputi:

1. Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin)

2. Riwayat keperawatan: pada awal serangan, anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia, kemudian timbul diare. Keluhan utama: Feses semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, BB menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, mata cekung, tonus otot dan tugor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekuensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.

3. Riwayat kesehatan masa lalu mencakup riwayat penyakit yang diderita klien dan riwayat pemeriksaan imunisasi.

4. Riwayat psikososial keluarga dirawat akan menjadi stessor anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang itu tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.

5. Kebutuhan dasar yang perlu digali adalah pola eliminasi seperti BAB lebih dari 4 kali sehari dan BAK sering: pola nutrisi diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien. Pola tidur dan istirahat, akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang menimbulkan rasa tidak nyaman, dan pola hygiene, kebiasaan mandi anak setiap hari.

6. Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada anak keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai dengan koma, suhu tubuh meningkat, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat, pemeriksaan sistematis. Inspeksi: mata cekung, ubun-ubun cekung, anus kemerahan. Palpasi: turgor kulit kering, perkusi: adanya distensi abdomen. Auskultasi: bising usus meningkat.

7. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain hematest feses (untuk memeriksa adanya darah), evaluasi feses terhadap volume, warna, konsistensi, adanya pus, hitung darah lengkap, uji antigen imunoessai enzim (untuk memastikan rotavirus), kultur feses (untuk menentukan patogen), evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasit. Urinalisis dan kultur (berat jenis bertambah karena dehidrasi, organisme shigella keluar melalui urin), DL (untuk menentukan penyebab).

H. Diagnosa Keperawatan

1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air besar dan encer.

2. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan seringnya buang air besar.

3. Risiko infeksi pada orang lainberhubungan dengan terinfeksi kuman diare atau kurangnya pengetahuan tentang pencegahan penyebaran penyakit.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya intake (pemasukan) dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan.

5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan anak.

6. Cemas dan takut pada anak/ orang tua berhubungan dengan hospitalisasi dan kondisi sakit.

I. Perencanaan Keperawatan

  1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air besar dan encer.

Tujuan: Meningkatkan hidrasi, keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan dalam batas normal.

Kriteria hasil: Pengeluaran urine sesuai, pengisisan kembali kapiler (capillery refill) kurang dari dua detik, turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, dan berat badan tidak menunjukkan penurunan.

Intervensi:

a. Kaji status hidrasi; ubun-ubun, mata, turgoe kulit dan membran mukosa.

b. Kaji pengeluaran urine; gravitasi atau berat jenis urine (1.005-1.020) atau sesuai dengan usia pengeluaran urine 1-2 ml/kg per jam.

c. Kaji pemasukan dan pengeluaran urine.

d. Monitor tanda-tanda vital.

e. Pemeriksaan laboratorium sesuai program; elektrolit, Hematokrit, pH, dan serum albumin.

f. Pemberian cairan dan elektrolit sesuai protokol (dengan oralit, dan cairan parenteral bila indikasi).

g. Pemberian obat anti diare dan antibiotik sesuai program.

h. Anak diistirahatkan.

  1. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan seringnya buang air besar.

Tujuan: Anak tidak menunjukkan gangguan integritas kulit, kulit utuh.

Kriteria hasil: kulit utuh dan tidak lecet.

Intervensi

a. Kaji kerusakan kulit atau iritasi disetiap buang air besar.

b. Gunakan kapas lembab dan sabun bayi (atau pH normal) untuk membersihkan anus setiap buang air besar.

c. Hindari dari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab.

d. Ganti popok/ kain apabila lembab atau basah.

e. Gunakan obat cream bila perlu untuk perawatan perineal.

  1. Risiko infeksi pada orang lainberhubungan dengan terinfeksi kuman diare atau kurangnya pengetahuan tentang pencegahan penyebaran penyakit.

Tujuan: Mengurangi dan mencegah penyebaran infeksi.

Kriteria hasil: tidak terjadi penularan diare pada orang lain.

Intervensi

a. Ajarkan cara mencuci tangan yang benar pada orang tua dan pengunjung.

b. Segera bersihkan dan angkat bekas buang air besar dan tempatkan pada tempat yang khusus.

c. Gunakan standar pencegahan universal (seperti; gunakan sarung tangan dan lain-lain)

d. Tempatkan pada ruangan yang khusus.

  1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya intake (pemasukan) dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan.

Tujuan: Meningkatkan kebutuhan nutrisi yang optimum.

Kriteria hasil: Berat badan dalam batas normal, dan tidak terjadi kekambuhan diare.

Intervensi

a. Timbang berat badan anak setiap hari.

b. Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran).

c. Setelah rehidrasi, berikan minum oral dengan sering dan makanan yang sesuai dengan diit dan usia atau berat badan anak.

d. Hindari minuman buah-buahan.

e. Lakukan kebersihan mulut setiap habis makan.

f. Bagi bayi, ASI tetap diteruskan.

g. Bila bayi tidak toleran dengan ASI berikan formula yang rendah laktosa.

  1. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan anak.

Tujuan: Meningkatkan pengetahuan orang tua.

Kriteria hasil: Orang tua dapat berpartisipasi dalam perawatan anak.

Intervensi:

a. Kaji tingkat pemahaman orang tua.

b. Ajarkan tentang prinsip diit dan kontrol diare.

c. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya cuci tangan untuk menghindari kontaminasi.

d. Jelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan.

e. Jelaskan pentingnya kebersihan.

  1. Cemas dan takut pada anak/ orang tua berhubungan dengan hospitalisasi dan kondisi sakit.

Tujuan: Menurunkan rasa takut/ cemas pada anak dan orang tua.

Kriteria hasil: orang tua aktif merawat anak, bertanya dengan perawat atau dokter tentang kondisi dan klarifikasi, dan anak tidak menangis.

Intervensi:

a. Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan rasa takut dan cemas; dengarkan keluhan orang tua dan bersikap empati, dan sentuhan terapeutik.

b. Gunakan komunikasi terpeutik; kontak mata, sikap tubuh dan sentuhan.

c. Jelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan pada anak dan orang tua.

d. Libatkan orang tua dalam perawatan anak.

e. Jelaskan kondisi anak, alasan pengobatan dan perawatan.

J. Pelaksanaan Keperawatan

Tahap pelaksanaan merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dengan melaksanakann berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini, perawat harus mengetahui berbagai hal di antaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, A. A. A, 2008: hal. 122).

K. Evaluasi Keperawatan

Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Carol, 1998). Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap ini adalah memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan mengembalikan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari 2 kegiatan yaitu:

1. Evaluasi formatif menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera.

2. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan. Disamping itu, evaluasi juga sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai sebagian.

a. Tujuan tercapai

Tujuan dikatakan tercapai bila klien telah menunjukkan perubahan dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

b. Tujuan tercapai sebagian

Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya, seperti klien dapat makan sendiri tetapi masih merasa mual. Setelah makan bahkan kadang-kadang muntah.

c. Tujuan tidak tercapai

Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukkan adanya perubahan kearah kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan.

Evaluasi sumatif masing-masing diagnosa keperawatan secara teori adalah:

a. Kurang volume cairan tidak terjadi

b. Gangguan integritas kulit tidak terjadi.

c. Penyebaran infeksi tidak terjadi.

d. Kebutuhan nutrisi tercukupi.

e. Pengetahuan keluarga meningkat.

f. Cemas dan takut pada anak dan orang tua tidak terjadi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar