Minggu, 14 Agustus 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MENINGITIS TB

A. Pengertian

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat. ( Suriadi, 2006: hal.184 )

Meningitis adalah peradangan selaput otak, sumsum tulang belakang, atau keduanya. (Speer, 2008: hal.91)

Meningitis tuberkolosa terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkolosis primer, biasanya dari paru. ( Ngastiyah, 2005: hal.188 )

B. Etiologi

1. Bakteri, heamophilus influenza (tipe B), streptococcus pneumonia, neisseria meningitides, β – hemolytic streptococcus, staphilococcos aureu, e. coli.

2. Faktor prediposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita.

3. Faktor maternal : rupture membrane fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.

4. Faktor imunologi : difisiensi mekanisme imun, defisiensi immunoglobulin, anak yang mendapatkan obat-obatan imunosupresi.

5. Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan system persarafan.

C. Patofisiologi

1. Proses Terjadinya Penyakit

Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan intracranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen. Edema dan eksudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan intra cranial. Organisme masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Masuknya dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau pecahnya abses serebral atau kelainan system saraf pusat. Otorrhea atau rhinorrhea akibat fraktur dasar tengkorak dapat menyebabkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara CSF dan dunia luar. Masuknya mikroorganisme ke susunan saraf pusat melalui ruang sub arachnoiddan menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel. Dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan hidrosefalus.

Meningitis bacterial: netrofil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel respon radang. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan lekosit yang dibentuk di ruang subarachnoid. Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF disekitar otak dan medulla spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat menimbulkan ruptur atau thrombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak dapat menjadi infract. Meningitis virus sebagai akibat dari penyakit virus seperti meales, mump, herpes simplek dan hespes zoster. Pembentukan eksudat pada umumnya tidak terjadi dan tidak ada mikroorgnaisme dapa kultur CSF.

2. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang terjadi ( Suriadi, 2006, 186), (Cecily, 2002, 317) adalah :

a. Neonatus : menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak, dan menangis lemah, suhu di bawah normal, pucat, letargi.

b. Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus. Tanda kernig dan brudzinski positif, reflex fisiologi hiperaktif, ptechiae atau pruritus ( menunjukkan adanya infeksi meningococcal), syok.

c. Bayi dan anak-anak ( usia 3 bulan hingga 2 tahun) : demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kernig dan brudzinski positif, peningkatan lingkar kepala, peningkatan tekanan intracranial.

3. Komplikasi

Akibat lanjut dari meningitis ( Betz, 2002: hal.318), ( Ngastiyah, 2005: hal.191), ( Suriadi, 2006: hal.182) antara lain :

1. Efusi subdural.

2. Hidrosefalus.

3. Gangguan kejang kronik.

Karena serebritis, infark atau gangguan elektrolit.

4. Gangguan status mental.

Mungkin karena kenaikan TIK, serebritis atau hipotensi; manifestasi termasuk iritabilitas, letargi, stupor, kurang kesadaran atau koma. Penderita koma mempunyai prognosis yang jelek. Manifestasi tambahann meningitis adalah fotofobia dan corengan meningitis yang diperoleh dengan mengisap kulit dengan obyek tumpul dan mengamati corengan merah yang muncul dalam 30-60 detik.

DIC paling sering disertai dengan pola penyajian progresif cepat dan ditemukan paling sering ppada penderita dengan syok dan purpura (purpura fulminan).

5. Cerebral palsy.

6. Dehidrasi asidosis.

7. Kelumpuhan anggota gerak.

8. Buta.

9. Tuli.

10. Perkembangan terlambat.

11. SIADH (Syndrome Inappropriate Anti Deuretic Hormone).

12. Dekubitus.

4. Klasifikasi Meningitis

a. Purulenta & Serosa

1) Purulenta : penyebabnya adalah bakteri ( misalnya : Pneumococcus, Meningococcus ), menghasilkan exudat. Leukosit, dalam hal ini Neutrofil berperan dalam menyerang mikroba, neutrofil akan hancur menghasilkan exudat.

2) Serosa : penyebabya seperti mycobacterium tuberculosa & virus, terjadi pada infeksi kronis. Peran limfosit & monosit dalam melawan mikroba dengan cara fagositosis, tidak terjadi penghancuran, hasilnya adalah cairan serous

b. Aseptik & Septik

1) Aseptik : Bila pada hasil kultur CSF pada pemeriksaan lumbal pungsi, hasilnya negative, misalkan penyebabnya adalah virus.

2) Septik : Bila pada hasil kultur CSF pada pemeriksaan kultur lumbal pungsi hasilnya positif , misalkan penyebabnya adalah bakteri pneumococcus.

D. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaa medis dari meningitis (Betz, 2002: hal.318), ( Suriadi, 2006: hal.186) adalah:

1. Terapi

a. Isolasi.

b. Terapi antimikroba : antibiotik yang diberikan berdasarkan pada hasil kultur, diberikan dengan dosis tinggi melalui intravena.

c. Mempertahankan hidrasi optimum: mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema serebral.

d. Mencegah dan mengobati komplikasi: espirasi efusi subdural ( pada bayi), terapi heparin pada anak yang mengalami DIC.

e. Mengontrol kejang: pemberian terapi antiepilepsi.

f. Mempertahankan ventilasi.

g. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial.

h. Memperbaiki anemia.

i. Pemenuhan oksigenasi dengan O2.

2. Pemeriksaan diagnostik

a. Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :

1) Jumlah leukosit (CBC) meningkat.

2) Kadar glukosa menurun (bacterial), normal (virus).

3) Protein tinggi (bacterial), sedikit meningkat (virus).

4) Tekanan meningkat.

5) Identifikasi organisme penyebab meningokokus, bakteri gram positif (streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, H. influenza), atau virus (virus coksakie, virus ECHO).

6) Asam laktat meningkat (bacterial).

7) Glukosa serum meningkat.

b. Kultur darah: untuk menetapkan organisme penyebab.

c. Kultur urin: untuk ,menetapkan organism penyebab.

d. Kultur nasofaring: untuk menetapkan organism penyebab.

e. Elektrolit serum: meningkat jika anak dehidrasi, natrium serum (Na+) naik, kaliuum serum (K+) turun.

f. Rontgen paru.

g. CT scan kepala: hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

E. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah

Pertumbuhan adalah peningkatan jumlah dan ukuran sel pada saat membelah diri dan mensintesis protein bau, menghasilkan peningkatan ukuran dan berat seluruh atau sebagian bagian sel. Perkembangan adalah perubahan dan perluasan secara bertahap. (Wong, 2008: hal.109)

Masa kanak-kanak pertengahan 6-11 atau 12 tahun sering disebut sebagai usia sekolah, periode perkembangan merupakan salah satu tahap perkembangan ketika anak diarahkan menjauh dari kelompok keluarga dan berpusat didunia hubungan sebaya yang lebih luas. Pada tahap ini terjadi perkembangan fisik, mental dam social yang kontinu, disertai penekanan pada perkembangan kompetensi keterampilan. Pada tahap ini, kerja sama sosial dan perkembangan moral dini lebih penting dan relevan dengan tahap-tahap kehidupan berikutnya. Periode ini merupakan periode kritis dalam perkembangan konsep diri. ( Wong, 2008: Hal.101)

Pada perkembangan fisik saat usia 6 tahun tinggi dan berat badan bertambah perlahan, ketangkasan meningkat, anak menjadi sangat aktif. Aktivitas motorik pada usia 6 tahun mulai tampak cekatan menggunakan tangannya sebagai alat, menggambar, menulis serta mewarnai dengan baik. Kemampuan sensori sempurna berkembang. Pada kemampuan social sangat kritis terhadap dirinya sendiri, dapat menjadi sasaran depresi bila tidak mampu memenuhi harapan seseorang. Kemampuan komunikasi verbal sudah memilioki sebanyak 2550-2600 perbendaharaan kata, mampu mengartikulasi semua suara dalam bahasa ibu ( bila ditemukan setiap masalah dalam artikulasi pada usia ini memerlukan evaluasi segera), dapat menggunakan struktur kalimat yang kompleks. ( Speer, 2008: hal.354)

F. Konsep Hospitalisasi Anak Masa Sekolah

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karna suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskananak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. (supartini,Y, 2004: hal.188).penyebab hospitalisasi pada anak adalah psikososial berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, temen, rasa cemas, penyebab fisiologis dan gangguan fungsi (kurang tidur, tidak dapat ngontrol diri, lingkungan asing, kebiasaan sehari-hari berubah dan pemberian obat).

Berbagai macam perilaku yang dapat ditunjukan anak, orang tua dan saudara kandung sebagai reaksi terhadap perawatan di rumah sakit. Reaksi anak terhadap hoapitalisasi adalah dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol juga terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan social, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena anak sudah mampu mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit jari dan atau menggigit dan memegang sesuatu dengan erat. ( Supartini, 2004: hal.191)

Adapun reaksi orang tua terhadap hospitalisasi pada anak di antaranya adalah adanya rasa cemas dan takut terhadap kondisi anaknya yang muncul pada saat orang tua melihat anaknya mendapat prosedur menyakitkan. Selain itu adanya perasaan sedih yang muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal atau tidak ada harapan lagi untuk anaknya sembuh. Perasaan frustasi juga muncul akibat tidak keadekuatan dukungan fsikologis serta perasaan putus asa akibat anaknya dirawat cukup lama atau tidak mengalami perubahan. Dampak hospitalisasi pada saudara kandung diantaranya rasa marah akibat jengkel pada orang tuanya yang dinilai tidak memperhatikannya, cemburu muncul karena orang tua dinilai lebih memperhatikan saudaranya sakit karena kesalahannya. Takut dan cemas timbul karena ketidaktahuan tentang kondisi anaknya atau perasaan kesepian juga timbul karena situasi di rumah dirasakan tidak seperti biasanya. ( Supartini, Y, 2004: hal.188)

G. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan wawancara, pemeriksaan fisik, dan observasi pengkajian.

Menurut ( Speer, 2008:hal.91 ), pengkajian keperawatan pada anak denagn meningitis meliputi :

1. Neurologis.

a. Kejang-kejang.

b. Peningkatan tekanan intra kranial (TIK).

c. Mata terbenang ( setting-sun sign).

d. Kekakuan kuduk.

e. Tanda kernig positif.

f. Tanda brudzinski positif.

g. Reaktivitas pupil menurun.

h. Iritabilitas.

i. Opistotonus.

j. Sakit kepala.

k. Tangisan dengan nada tinggi.

2. Respirasi.

a. Baru saja mengalami riwayat infeksi, sakit tenggorok, atau tanda dan gejala flulike.

3. Gastrointestinal.

a. Muntah.

4. Integumen.

a. Ubun-ubun menonjol.

b. Petekie.

c. Ekstremitas dingin.

d. Ruam.

e. Sianosis.

f. Demam.

H. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan risiko tinggi. Diagnosa keperawatan pada meningitis ( Speer, 2008: hal. 91) adalah:

1. Gangguan perfusi jaringan serebrum berhubungan dengan peningkatan TIK.

2. Risiko cedera sekunder akibat kejang.

3. Hipertermia berhubungan dengan infeksi

4. Deficit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

I. Perencanaan Keperawatan

Tahap perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan, atau mengurangi masalah anak. Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam membuat suatu proses keperawatan, pada saat menentukan tahap perencanaan, keterampilan yang perlu dimiliki perawat adalah berbagai pengetahuan dan keterampilan di antaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan anak, nilai dan keperawatan anak, batas praktek keperawatan, dan peran dari tenaga kesehatan lainnya. Kemampuan dalam mencegah masalah mengambilkeputusan, menulis tujuan serta memilih dan membuat strategi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerja sama dengan tingkat kesehatan lain.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah :

1. Penentuan prioritas diagnosa

Penentuan prioritas diagnosa dapat dibuat berdasarkan : 1.) Tingkat kegawatan ( mengancam jiwa ). Penentuan prioritas berbasarkan tingkat kegawatan ( mengancam jiwa ) yang dilatarbelakangi dari prinsip pertolongan pertama yaitu dengan membagi beberapa prioritas diantaranya prioritas tinggi, sedang dan rendah. Prioritas tinggi mencerminkan situasi ya ng mengancam kehidupan ( nyawa seseorang ) sehingga perlu dilakukan tindakan terlebih dahulu seperti masalah jalan nafas. Prioritas sedang mengambarkan situasi yang tidak gawwat dan tidak mengancam hidup anak seperti masalah hygienis perseorangan. Prioritas rendah mengambarkan situasi yang tidak berhubungan langsung dengan proknosis dari suatu penyakit yang secara spesifik seperti masalah kurang pengetahuaan atau lainnya; 2) kebutuhan maslow. Maslow menentukan prioritas diagnosis yang akan direncanakan berdasarkan kebutuhan diantaranya kebutuhan fisiologis, keselamatan dan keamanan, mencintai dan memiliki harga diri. Prioritas diagnose yang akan direncanakan, Maslow membagi urutan tersebut berdasarkan urutan kebutuhan dasar manusia diantaranya: kebutuhan fisiologi, meliputi respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri, cairan, perawatan kulit mobilitas, eliminasi. Kebutuhan keamanan dan keselamatan meliputi lingkungan kondisitempat tinggal, perlindungan, pakaian, bebas dari infeksi dan rasa takut. Kebutuhan mencintai dan dicintai meliputi masalah kaalam kasih sayang, seksualitas, sosialisasi dalam kelompok, berhubungan antar manusia. Kebutuhan harga diri meliputi masalah respek dari keluaga, perasaan menghargai diri sendiri. Kebutuhan aktualisasi diri meliputi masalah kepuasan terhadap lingkungan.

2. Penentuan tujuan dan hasil yang diharapkan

Tujuan merupakan hasil yang ingin dicapai untuk mengatasi masalah diagnosis keperawatan yang ingin dicapai untuk mengatasi masalah diagnosis keperawatan dengan kata lain tujuan merupakan sinonim dari criteria hasil. kriteria hasil adalah tujuan dan sasaran realita dan dapat diukur dimana anak diharapkan untuk mencapainya. Criteria hasil mengambarkan meteran untuk mengukur hasil akhir asuhan keperawatan. Stiap criteria hasil membuat kata kerja yang dapat diukur untuk memudahkan proses evaluasi. Kata kerja yang dapat diukur menunjukan tindakan yang dapat dilihat, didengar atau dirasakan oleh perawat. Pada tahap evaluasi, yaitu tahap teraakhir proses keperawatan, perawat kembali menulis kriteria hasil untuk mengevaluasi apakah anak telah berhasil mencapai hasil tersebut.

3. Penentuan dalam rencana tindakan

Langkah dalam tahap perencanaan ini dilaksanakan setelah menetukan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan dengan menetukan rencana tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam mengatasi masalah anak. Ada 4 tipe instrusi yang digunakan di dalam rencana tindakan yaitu :

1) instruksi diagnostik.

Instruksi ini menilai kemungkinan anak kearah percepatan kriteria hasil dengan observasi secara langsung. Instruksi diagnostik dapat digunakan untuk mengumpulkan infomasi dalam upaya untuk mengisi informasi yang kurang.

2) Instruksi terapeutik.

Mengambarkan tindakan yang dilakukan oleh perawat secara langsung untuk mengurangi, memperbaiki dna mencegah kemungkinan masalah.

3) Intruksi penyuluhan.

Digunakan untuk meningkatkan perawatan dirianak dengan membantu anak memperoleh tingkah laku individu yang mempermudah pemecahan masalah.

4) Tipe rujukan.

Mengambarkan peran perawat sebagai coordinator dan manager dalam perawatan anak dalam anggota tim kesehatan.

Adapun perencanaan untuk masing – masing diagnosa keperawatan ( Speer, 2008, 91) sebagai berikut:

1. Gangguan perfusi jaringan serebrum berhubungan dengan peningkatan TIK.

Tujuan : gangguan perfusi jaringan serebrum teratasi.

Kriteria hasil : anak tidak menunjukan tanda peningkatan TIK.

Rencana tindakan :

a. Kaji status neurologis anak setiap 2-4 jam catat tanda letargi, penonjolan ubun-ubun (pada bayi), perubahan pupil, atau kejang-kejang.

R/ pengkajian status neurologis yang sering digunakan sebagai dasar mengidentifikasi tanda-tanda dini peningkatan TIK.

b. Pantau asupan dan haluaran cairan setiap pergantian dinas.

R/ peningkatan volume cairan akan meningkatkan TIK.

c. Pantau tanda vital setiap 2-4 jam.

R/ perubahan tanda-tanda vital yang disertai dengan penigkatan TIK.

d. Catat kualitas dan nada tangisan anak.

R/ tangisan bernada tinggi menunjukan penungkatan TIK.

2. Risiko cedera sekunder akibat kejang.

Tujuan : risiko cedera sekunder akibat kejang tidak terjadi.

Kriteria hasil : anak tidak akan mengalami vedera akibat kejang.

Rencana tindakan :

a. Lakukan kewaspadaan kejang, seperti menggunakan jalan nafas buatan, dan peralatan penghisapan lendir, dan pasang penghalang tempat tidur.

R/ kewaspadaan ini mencegah anak jatuh, cedera kepala, anoksia, tersedak, dan mati serta mengurangi risiko komplikasi lebuh jauh.

b. Beri pengobatan antikonvulsan, sesuai program.

R/ pengobatan antikonvulsan dapat mengendalikan kejang.

c. Selama kejang, lakukan tindakan sebagai berikut:

1) bantu anak berbaring miring ditempat tidur atau di lantai.

R/ langkah ini mencegah cedera akibat jatuh dan sentakan selama kejang.

2) singkirkan barang-barang yang ada di area tempat tidur.

R/ pengikatan atau pemindahan anak dengan paksa dapat menyebabkan cedera.

3) jangan mengikat anak tetapi menemani disampingnya.

R/ mencoba memasukan benda ke dalam mulut anak dapat merusak gigi dan gusinya.

4) jangan meletakkan sesuatu di mulut anak.

R/ anak memerlukan resusitasi pernapasan, jika mengalami apnea selama arau setelah kejang.

5) kaji status pernapasan anak, catat berbagai gerakan tubuh anak dan lamanya kejang.

R/ jenis gerakan dan lamanya kejang membantu memastikan jenis kejang apakah yang dialami anak.

3. Hipertermia berhubungan dengan infeksi

Tujuan : hipertermia teratasi.

Kriteria hasil : suhu badan anak akan tetap kurang dari 37,80C

Rencana tindakan :

a. Pantau suhu tubuh anak setiap 2-4 jam.

R/ pemantauan dapat mendeteksi kenaikan suhu.

b. Beri obat antipiretik sesuai program.

R/ antipiretik mengurangi demam dengan cara mengurangi set point ke nilai normal.

c. Beri obat antimikroba, sesuai program.

R/ antimikroba mengobati infeksi yang menjadi pennyebab penyakit.

d. Pertahankan lingkungan yang sejuk.

R/ lingkungan yang sejuk mengurangi demam, melalui kehilangan panas secara radiasi.

e. Beri kompres dengan suhu 370C, sesuai program.

R/ kompres hangat mendinginkan permukaan tubuh melalui proses konduksi.

4. Deficit pengetahuan berhubungnan dengan perawatan di rumah.

Tujuan : deficit pengetahuan teratasi.

Kriteria hasil : orang tua akan mengekspresikan pemahamannya tentang intruksi perawatan di rumah.

Rencana tindakan :

a. Ajarkan orangtua bagaimana dan kapan member obat, termasuk uraian tentang dosis dan efek obat.

R/ pemahaman pentingnya pengobatan yang konsisten dapat meningkatkan kepatuhan. Mengetahui efek samping potensial dapat mengarahkan orang tua untuk meminta bantuan medis bila diperlukan.

b. Ajarkan orang tua pentingnya member istirahat yang adekuat pada anak.

R/ setelah infeksi, istirahat yang sering akan meningkatkan pemilihan.

J. Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan merupakan langkah keempat dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan ( tindakan keperawatan ) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada anak, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, permohonan tentang hak-hak dari anak serta memahami tingkat perkembanagn anak. Dalam pelaksanaan tindakan terdapat 2 jenis tindakan yaitu tindakan jenis mandiri dan kolaborasi sebagai profesi perawat mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam menemukan komponen pada tahap asuhan keperawatan. Komponen pada tahap Implementasi adalah :

1. Tindakan keperawatan mandiri

Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa pesan dokter. Tindakan keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar praktek American Nurses Association ( 1973 ) dan kebijakan institusi perawat kesehatan.

2. Tindakan keperawatan kolaboratif

Tindakan keperawatan kolaboratif diimplementasi bila perawat bekerja dengan anggota tim perawat kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah anak.

Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon anak terhadap tindakan keperawatan.

Dokumentasi merupakan pernyataan dari kejadian atau identitas yang otentik dengan mempertahan kan catatan-catatan yang tertulis. Dokumentasi merupakan wahana untuk komunikasi dari suatu profisional ke professional lainnya tentang kasus anak. Dokumen ini merupakan bukti tindakan keperawatan mandiri dan kolaboratif yang diimplementasikan oleh perawat dan perubahan-perubahan pada kondisi anak. Frekuensi dokumentasi tergantung pada kondisi anak dan tetapi yang diberikan, idealnya dokumentasi dilakukan setiap shift.

Rekam medis anak adalah dokumentasi yang legal, rekam medis tersebut diterma di pengadilan. Pada tuntutan malpraktik, catatan perawat memberikan bukti tindakan perawat. Perawat harus melindungi catatan tersebut dari pembaca yang tidak berhak seperti penggunjung. Tanda tanggan perawat diakhir catatan perawat merupakan akuntabilitas terhadap isi catatan. Mengubah dokumentasi legal tersebut merupakan suatu kejahatan adalah tidak bias diterima untuk menghapus tulisan pada catatan menggunakan tipe-ex, penghapus tinta atau bahan lainnya.

K. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. ( Nursalam, 2001: hal.71 ) Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang diobservasi sudah sesuai. Diagnosa juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan dan intervensi dievaluasi adalah untuk menentukan apakah tujuan tersebut dapat dicapai secara efektif.

Tahap evaluasi terdiri dari 2 kegiatan ( Hidayat, 2001: hal.41 ) yaitu :

a. Evaluasi formatif, menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera.

b. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisa status anak pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan.

Disamping itu, evaluasi juga digunakan sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai, atau tercapai sebagian.

a. Tujuan tercapai

Tujuan dikatakan tercapai bila anak menunjukan perubahan dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

b. Tujuan tercapai sebagian

Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya.

c. Tujuan tidak tercapai

Tujuan tidak tercapai apabila tidak menunjukan adanya perubahan kearah kemajuan sebagaimana kriteria diharapkan.

Evaluasi sumatif masing–masing diagnosa keperawatan secara teori adalah :

a. Gangguan perfusi jaringan serebrum teratasi.

b. Risiko cedera sekunder akibat kejang tidak terjadi.

c. Hipertermia teratasi.

d. Defisit pengetahuan teratasi.




DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. (2002). Buku saku keperawatan pediatric. ( Jan Tambayong penerjemah). Edisi 3. Jakarta : EGC

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. (2007). Buku saku diagnosa keperawatan. ( Monica Ester penerjemah). Edisi 10. Jakarta : EGC

Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit, edisi 2. Jakarta : EGC

Supartini. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta : EGC

Suriadi. (2006). Asuhan keperawatan pada anak, edisi 2. Jakarta : Sagung Seto

Speer, Kathleen Morgan. (2008). Rencana asuhan keperawatan pediatrik, edisi 3. Jakarta : EGC

Eve. (2009). Meningitis tuberkulosa. Diambil pada 11 Juli 2011 pukul 13.00 WIB dari http://beesweeth-eve.blogspot.com/2009/11/meningitis-tuberkulosa.html

Keperawatangun. (2008). Asuhan keperawatan pada pasien meningitis. Diambil pada 11 Juli pukul 13.20 WIB dari http://keperawatangun.wordpress.com/2008/04/13/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-meningitis/

Manik, Johar. (2010). Meningitis. Diambil pada 14 Juili 2011 pukul 13.42 WIB dari http://rasadurian.wordpress.com/2010/12/13/meningitis/

Rahman, Arif. ( 2009). Meningitis : why must be precautious of it? . Diambil pada 14 Juli 2011 pukul 13.58 WIB dari http://mirrorclehealth.blogspot.com/2009/01/meningitis-why-must-we-be-precautious.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar